PENERAPAN BUDAYA POSITIF UNTUK MEWUJUDKAN LINGKUNGAN SEKOLAH YANG NYAMAN DAN MEMBENTUK SISWA BERKARAKTER
PENERAPAN BUDAYA POSITIF UNTUK
MEWUJUDKAN LINGKUNGAN SEKOLAH YANG NYAMAN DAN MEMBENTUK SISWA BERKARAKTER
OLEH : NIF’ATUL AULA, S.Pd, M.Pd
CGP ANGKATAN 7 KABUPATEN BONDOWOSO
Mengenyam pendidikan di sekolah yang bagus dan bermutu
adalah impian semua siswa dan orangtua. Sekolah bagus dan bermutu bukan hanya
dilihat dari segi bangunan fisik saja, akan tetapi bagaimana sekolah tersebut
menawarkan kenyamanan dalam belajar adalah hal utama yang perlu
dipertimbangkan. Lingkungan sekolah yang nyaman dengan warga sekolah yang ramah adalah impian dari semua warga sekolah.
Untuk mewujudkan sekolah impian diperlukan usaha dan komitmen bersama. Proses
mewujudkan lingkungan sekolah impian bisa dimulai dari budaya positif yang
dimulai dari hal -hal sederhana yang memberikan nilai positif untuk pembentukan
karakter yang baik kepada semua warga sekolah. Dengan terbentuknya karakter
positif pada semua warga sekolah, maka atmosfer pembelajaran yang muncul akan
mampu membawa siswa pada tujuan yang ingin dicapai dengan rasa nyaman dan aman.
Mengacu pada visi dan misi yang digaungkan oleh
sekolah yaitu menjadikan SMK Negeri 4 BERIMAN (Berkualitas,
Enterpreneur,Religious, Innovatif, Mandiri, Aman, dan Nyaman), maka penerapan
disiplin positif sebagai bagian dari budaya positif sangat relevan. Sebagai
perwujudan dari kegiatan Aksi Nyata Guru Penggerak Modul 1.4 yaitu Budaya
Positif, maka kami merancang beberapa program kegiatan yang bertujuan untuk
menerapkan budaya positif di lingkungan SMK Negeri 4 Bondowoso. Sebelum
melaksanakan Tindakan Aksi Nyata ini, kami merancang kegiatan dan berkordinasi
dengan manajemen sekolah. Selanjutnya kami merumuskan rancangan kegiatan dan
mensosialisikan kepada para rekan guru, siswa dan warga sekolah yang lain.
Beberapa kegiatan yang kami rancang kami sesuaikan
untuk bisa sejalan dengan visi sekolah. Salah satu kegiatan yang kami
rencanakan adalah bagaimana meningkatkan kuallitas peserta didik dengan program
literasi. Kami menyadari bahwa kemampuan berliterasi siswa akan membawa
pengaruh besar pada kualitas hidup mereka di masa depan. Saat siswa memiliki
kemampuan literasi yang baik maka mereka akan mampu menyaring dan mengolah
informasi dengan baik sehingga akan memudahkan mereka dalam menentukan dan
merancang masa depan mereka. Hal yang melatarbelakangi mengapa kami mengangkat
isu literasi sebagai bagian dari budaya positif karena saat ini bia dikatakan
bahwa generasi kita sedang krisis literasi.
Dalam tahapan desiminasi kepada rekan guru kami juga menyampaikan tentang pentingnya budaya positif dan kontribusinya dalam mewujudkan visi sekolah tercinta kami. Kami menyampaikan beberapa poin penting terkait penerapan budaya positif diantara: Disiplin positif dan nilai kebajikan universal, Teori motivasi, hukuman penghargaan dan restitusi, Keyakinan Kelas, Kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, Lima posisi kontrol, dan Segitiga Restitusi.
a.
Disiplin positif dan nilai kebajikan
universal
Budaya
positif merupakan sebuah langkah yang bisa dilakukan untuk memulai sebuah
perubahan menuju kearah yang lebih baik. Budaya positif bisa dimulai dari
disiplin positif. Ketika kita mendengar kata disiplin yang terbayang dalam
benak kita pastilah sesuatu yang terkait dengan ketidaknyaman. Menurut
pemikiran Ki Hajar Dewantara, untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks
pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya
adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud disini adalah
disiplin diri, yaitu bagaimana kita memilii motivasi internal untuk menghargai
diri kita sendiri dengan melakukan hal hal yang positif dan mengandung nilai
kebaikan tanpa ada paksaan dari orang lain.
Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada
sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga
mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri
untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. Dalam proses mewujudkan disiplin positif ini,
sebagai pendidik kita mempunyai peranan yang penting dimana tugas kita adalah
menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa
berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki
motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik (Kemdikbudristek, Modul GP 1.4). Tujuan
ini sejalan dengan apa yang saat ini tengah menjadi tujuan dari pendidikan
karakter dalam sistem pendidikan kita yaitu dengan implementasi Project
Penguatan Profil Pelajar Pancasila dimana harapannya para siswa kita akan
mempunyai karakter positif dan bertindak berlandaskan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.
b.
Teori motivasi, hukuman konsekuensi dan
restitusi
Dalam
teori motivasi mengutip dari Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School
Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia:
1.
Untuk menghindari ketidaknyamanan atau
hukuman
2.
Untuk mendapatkan imbalan atau
penghargaan dari orang lain.
3.
Untuk menjadi orang yang mereka inginkan
dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Dari ketiga motivasi tersebut, motivasi
yang nomer 3 yang termasuk dalam tingkatan yang paling tinggi, dimana individu
akan melakukan sebuah Tindakan karena didasari oleh keinginan yang muncul dalam
diri.
Hukuman merupakan tindak
lanjut sebuah perilaku yang diberikan yang sifatnya paksaan,
menyakitkan,memberik an dampak negatif, tidak memberikan kesempatan anak
belajar memperbaiki dirinya.
Konsekuensi
merupakan tindak lanjut sebuah perilaku yang diberikan yang sifatnya karena ada
kesepakatan dari sebuah peraturan, sehingga anak "tergantung " dengan
peraturan
Restitusi
merupakan tindak lanjut sebuah perilaku anak yang memberikan ruang/ tawaran
kepada anak untuk memperbaiki kesalahannya, kembali kepada kelompoknya dengan
karakter yang lebih kuat.
c.
Keyakinan Kelas
Keyakinan
kelas adalah suatu paradigma yang mendasarkan hati nurani dan akal kita pada
nilai - nilai kebajikan universal yang kita percaya dan ingin kita kembangkan
dalam diri kita. Keyakinan kelas ini yang lebih luas cakupannya daripada
peraturan kelas dan memotivasi anak dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak
dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar
mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.
Keyakinan
kelas bersifat lebih ‘ abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan
konkrit. Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal. Pernyataan
keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. Keyakinan kelas
hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua
warga kelas. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di
lingkungan tersebut. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam
pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat. Bersedia meninjau
kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu
d.
Kebutuhan dasar manusia dan dunia
berkualitas
Perilaku
anak dimotivasi oleh keinginan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Terdapat lima kebutuhan dasar manusia, yaitu: Kebutuhan bertahan hidup
(survival), Kebutuhan untuk merasa diterima (kasih sayang), Kebutuhan
penguasaan (pengakuan atas kemampuan), Kebutuhan akan kebebasan (pilihan),
Kebutuhan akan kesenangan (joy).
e.
Lima posisi control
f.
Segitiga
restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki
kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan
karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004 dalam Kemendikbudristek Modul GP 1.4).
Restitusi merupakan sebuah proses dialog yang dijalankan oleh guru atau orang
tua agar dapat menghasilkan murid yang mandiri dan bertanggungjawab. Proses
restitusi dilaksanakan meliputi 3 rangkaian tahapan yaitu :
1)
Menstabilkan Identitas (Stabilize the
Identity) dimana tahapan ini merupakan bagian dasar dari segitiga restitusi
yang mana bertujuan untuk mengubah identitas anak dari seorang indovidu yang
merasagagal menjadi individu sukses. Pada tahapan ini kita berusaha untuk
memahami posisi anak yang melakukan kesalahan dimana sebenarnya mereka bertujuan
memenuhi kebutuhan dasarnya akan tetapi mengalami sebuah benturan dengan aturan
yang berlaku.
2)
Validasi Tindakan yang Salah dimana
tahapan ini kita berusaha untuk memberikan pemenuhan kebutuhan dasar seorang
anak dengan cara merubah cara pandang kita dari stumulus response ke cara
berpikir proaktif yaitu dengan memahai bahwa setiap tindakan yang dilakukan
oleh seorang individu pasti ada tujuannya. Dengan demikia maka kita akan mudah
untuk menghakimi setiap tindakan yang menurut kita sudah menyalahi aturan yang
berlaku, sehingga anak akan merasa bahwa mereka dipahami posisinya dan
terpenuhi kebutuhan dasarnya.
3)
Menanyakan Keyakinan dimana pada tahapan
ini guru akan memberikan kesempatan keoada siswa untuk meningat Kembali
keyakinan yang mereka Yakini terkait dengan nilai-nilai kebijakan universal. Ketika
identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah
divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan
nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.
Komentar
Posting Komentar